Atlantis merupakan sebuah kekaisaran dunia yang menjadi sumber segala peradaban. Surga yang disebut-sebut oleh berbagai Tradisi Suci dunia. Namun, benarkan Indonesia adalah Atlantis yang hilang?
Untuk menjawab hal tersebut, keduanya mencoba menjawab dengan sebuah buku ‘Peradaban Atlantis Nusantara’ yang telah diluncurkan dan dibedah di Auditorium Nurcholis Madjid, Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (28/7/2011).
Berawal dari kegelisahan intelektual-spiritual yang mempertanyakan jati diri bangsa Indonesia mengantarkan Ahmad Yanuana Samantho bertemu dengan berbagai pemikiran filosofis dan sumber informasi tentang sejarah peradaban awal umat manusia di Atlantis yang berasal dari Filosof Yunani abad ke IV SM, Plato.
Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar di seberang pilar-pilar Herkules dan memiliki angkatan laut yang telah menaklukkan Eropa Barat dan Afrika 9000 tahun sebelum zaman Solon. Namun, Atlantis akhirnya tenggelam ke dalam samudra hanya dalam waktu satu hari satu malam.
Dalam bukunya, Timaeus dan Critias, Plato menyatakan puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak diikuti gempa bumi yang amat dahsyat serta pencairan es dunia yang menyebabkan banjir besar. Peristiwa itulah yang mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian yang tenggelam itulah yang disebutnya benua yang hilang atau The Lost Atlantik.
“Yang lebih menakjubkan lagi, saya membaca buku karya Arysio Nunes des Santos yang menyimpulkan bahwa Indonesia adalah lokasi benua Atlantis yang hilang itu,” katanya.
Dalam bukunya yang berjudul Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilitation, Santos menampilkan 33 perbandingan ciri-ciri dari 12 lokasi di muka bumi yang diduga para sarjana lain sebagai situs Atlantis seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, kekuatan maritim, cara bertani dan lain-lain. Akhirnya Santos menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia sekarang.
Oleh karenanya, penulisan buku ini, imbuh Ahmad Y. Samantho terinspirasi oleh situasi yang membawa siapa saja masuk dalam krisis multidimensional yang memaksa harus mengikuti peradaban Barat yang merusak peradaban lokal.
“Sehingga ini merupakan tugas kita untuk melakukan derekontruksi untuk membangun kembali. Dari buku ini diharapkan bisa membuat rekonstruksi melalui agama-agama yang tidak diartikan secara sempit. Mimpi saya adalah membangun kembali peradaban di Nusantara,” ujarnya.
Lalu, adakah hubungan Atlantis di Nusantara dengan Kerajaan Kandis di Riau? Adakah hubungan Kandis dengan mitos setempat tentang adanya kaum ‘siluman roh harimau’ yang konon berkhidmat kepada para pimpinan bangsa Atlantis? Adakah Atlantis itu peradaban yang dibangun Nabi Adam as, dilanjutkan Nabi Idris as (Hermes Trimegistus), Nabi Nuh as dan Nabi Sulaiman as. Adakah semua itu terkait dengan kearifan abadi berbagai agama dan tradisi dunia?.
Dengan pertanyaan tersebut, ia mengaku telah menemukan benang merah yang sama tentang sumber akar ketuhanan yang sama dari Hindu, Budha, Zoroaster, Yahudi, Konfusianisme-Taoisme, Kristen-Nasrani, Islam bahkan filsafat-ideologi Pancasila.
“Kenyataan bahwa sebuah peradaban besar pernah mengambil tempat di bumi Nusantara kini bukan hanya cerita belaka. Berbagai penemuan spektakuler dan mencengangkan terbaru, diungkap dalam buku ini,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh lulusan S2 ITB, Oman Abdurahman yang menyatakan adalah tugas para pejabat pemerintah untuk membaca buku ini guna mengambil hikmah dalam mengambil kebijakan.
Ia mengatakan, tujuan pembuatan buku ini adalah untuk menggali kekayaan budaya dan kearifan Nusantara.
“Saya dulu aktivis islam dan sempat dituduh terlibat NII oleh polisi. Tapi setelah saya diminta memaparkan tentang Pancasila, akhirnya mereka yakin bahwa saya sangat Pancasilais,” ungkap Samantho.
Iwan Taunuzi editor Hasiolan Eko P Gultom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar