Jumat, 16 Desember 2011

Bersahabat Dengan Yahudi

1324040913389945088Ilustrasi/(Shutterstock)

Dari sekian banyak kawan yang saya miliki , hanya segelintir orang Yahudi yang saya kenal secara dekat , diantaranya Rex Israel dan Istrinya Jane , sepasang warga Australia yang menjalankan roda bisnisnya dari dalam Mobil Blind Van di kawasan Gossford, New South Wales Australia saat saya berada disana .

Awal perkenalan adalah ketika kami sama-sama terlibat dalam satu team yang merancang system pengendali Green house atau Rumah Kaca untuk keperluan propagasi bibit tanaman tissue culture di East Gossford Sommersville Australia . Mereka terlibat sebagai pemasok teknologi rekayasa iklim mikro yang membuat beberapa parameter ruangan propagasi bisa diatur sedemikian rupa . Sedemikian hebatnya cara mereka memanfaatkan teknologi hingga tak heran ditengah gurun pasir yang panas , negeri kecil macam Israel dapat memproduksi segala macam produk pertanian yang hampir mustahil tumbuh didaerah sana.



Rex Israel , pria tua berusia tujuh puluhan suatu siang berlari bergegas ketika melihat saya basah kuyup karena ia secara tak sengaja mengaktifkan “Misting Point”, sebuah pengendali irigasi vertical yang digantung didalam ruangan yang mengucurkan air deras keseluruh sudut yang ketika itu saya ada di dalamnya. Ia menghampiri saya yang sedang duduk diantara dua sujud di satu pojok beralas paranet didalam green house.


Diderasnya air yang mengalir berbentuk kabut tebal , saya tetap meneruskan shalat Dzuhur dengan basah kuyup. Rex terpaku , meski sedang shalat, dari sudut mata saya bisa melihat Rex memegang kepalanya , menyebut Tuhannya dan kembali bergegas keluar mematikan power supply.



Ketika menuntaskan shalat dengan dua salam , saya mendapati Rex dan istrinya yang lebih muda lima tahun sudah berdiri di sebelah kanan dengan sebuah handuk biru beserta satu kaos putih. Dia hampiri saya dengan ucapan beribu maaf karena secara tak sengaja mengaktifkan system irigasi tanpa tahu saya ada didalamnya . Tanpa jeda setelah penyesalannya yang amat sangat, mereka menyodori saya handuk biru dan kaos putih tersebut , bahkan ia memerintahkan Lee , staffnya asal vietnam untuk segera memberi kantong plastik sebagai wadah pakaian saya yang basah kuyup.


Saya berusaha tak mempermasalahkan hal itu , namun rasa bersalah kedua suami istri ini begitu kuatnya hingga mereka berkali kali mengucapkan kata sesal dan maaf , dan menawarkan bantuan lain untuk ke store terdekat mencari celana bila ingin mengganti celana yang basah.


“ This is my Fault , Ary…I am sorry !” Rex ucapkan berkali-kali.


“ Bukan masalah Rex ..hanya air ,” jawab saya


“ Mungkin lain kali kalau Shalat bisa di tenda belakang mobil saya, Ary , besok saya akan sediakan alas bersih ya..!”



Kami memang bekerja di satu lahan yang belum jadi , sehingga belum ada bangunan permanen untuk tempat saya menunaikan shalat, mengapa saya shalat didalam green house adalah semata-mata tak ingin terlihat mencolok ditengah pekerja yang tak satupun beragama Islam . Rex dan istrinya melaksanakan project ini dengan mobil blind Van yang dilengkapi berbagai peralatan dan itulah satu satunya tempat berteduh sekaligus office dengan tenda dibelakangnya selain green house yang setengah jadi.


Sejak peristiwa itu Rex Israel dan istri kerap berkunjung ke apartement saya di tepi pantai Terrigal untuk paling tidak mengantarkan beberapa penganan buatan Jane . Dengan nama belakang Israel , suatu akhir pekan saya bertanya pada Rex dan Istri apakah mereka seorang yahudi dan dijawab serempak… Yes !



Mereka bercerita bahwa mereka tidak memegang prinsip-prinsip agama Yahudi namun itu tidak menghilangkan status Yahudi mereka . Keduanya terlahir sebagai yahudi asli dimana ayah dan ibu mereka adalah Yahudi yang datang ke Autralia ketika gerakan antisemit merebak di Eropa . Ketika saya bertanya tentang aktivitas Shalat saya yang mereka fasilitasi dengan alas bersih dan tenda selama project berlangsung ia menjawab ,


“ Maaf sekali lagi atas peristiwa itu ..Ary . Saya menganggap kegiatan kamu itu seperti makan , suatu cara kamu untuk memenuhi kebutuhan bagi tubuh dan jiwa kamu sendiri , lalu kalau saya menganggu dengan kejadian seperti yang lalu itu artinya saya sudah mengganggu hal yang paling mendasar !” jawab Rex.


“ Tapi Rex, Mohon maaf , saya sendiri tak tahu bagaimana harus bersikap dalam hal yang sama karena sangat sedikit yang saya tahu tentang Yahudi , memandang kaum kamu yang saya tahu adalah kita berada dalam kutub yang ektrem berseberangan , saya muslim kamu Yahudi ,Konflik kita berlangsung bertahun-tahun sejak nenek moyang kita dulu segala keburukan ada dipikiran kami tentang kaum kamu …”


“ Sama , rasanya kau kami juga memandang kaum muslim begitu !” Rex Memotong .



“ Ary ..sewaktu pertama kita bertemu apakah kita punya masalah?…tidak kan. Saya manusia kamu juga manusia , bila kita tidak saling menyadari bahwa kita berbeda maka semua akan menjadi hal biasa saja , proyek ini berlangsung baik , anda mewakili user dan kami pelaksananya , Tapi jika saat pertama itu kita saling memandang warna kulit , tentu akan lain ceritanya , apalagi memandang apa agama dan latar belakang kita maka kerjasama yang baik disini tentu tidak akan ada!” Rex dan Jane menatap saya.


“ Saya sendiri tak punya rasa permusuhan itu Rex , hanya mau tak mau waspada pada apa yang dilakukan dua pihak berseberangan didaerah konflik sana , entah apakah ada konspirasi dunia seperti apa yang dikhawatirkan banyak orang terhadap kaum kita masing masing , Ini pertama kali saya berkawan dengan orang Yahudi ..dengan kamu berdua , maka maafkan saya kalau saya bertanya sesuatu yang tidak pantas bagi kalian!” Saya merasa tak enak hati , karena telah membuka perbedaan yang mulanya tak terpikirkan oleh mereka , Rex dan Jane .


“ Begini Ary..apapun kata orang disana , kita memang berbeda , dan perbedaan itu bila kita permasalahkan maka akan berkepanjangan dan menjadi besar, sejak awal sebagai wakil perusahaan kamu baik sekali dan tak ada yang buruk dari yang kamu lakukan ..itu artinya tak ada pengaruh buruk apapun dari apa yang kamu anut , seperti agama atau dari bangsa mana kamu berada. Artinya agama dan bangsa kamu adalah baik ..hanya itu kesimpulan kami …coba jika kamu pandang juga kaum kami seperti itu maka clear ..damai . Soal mereka disana berperang dengan senjata mematikan , saling bunuh , itu adalah bagian sifat manusia bisa dari latar belakang apa saja yang mencari kebenaran dengan cara memaksakan kebenaran pada orang lain !” Rex dengan tubuh tuanya yang gempal dengan kebiasaannya menggunakan celana pendek tanpa baju beberapa kali menaik turunkan bahunya.



“ Indahnya Rex…Jane , kalian tak seperti yang saya kira sejak kecil dulu !” Sahut saya .



Mereka tertawa


“ Kami juga tak sangka , kamu tetap melakukan kegiatan ibadah kamu ditengah kami-kami yang bukan muslim, nekat,” sahutnya


“ Saya tak kenal siapapun untuk tempat mengadu ditempat yang asing ini , selain ke Tuhan saya!” Tukas saya .


“ Well , titip salam selalu buat Tuhan kamu ..tapi kalau Tuhan kita sama , titip pesan ..bilang saya belum punya waktu untuk menemuinya!” sahut Rex disambut tawa Jane dan saya.


Tak lama dalam hitungan hari , Green House berdiri , Porta camp datang , kami bahu membahu membangunnya dan konon kokoh berdiri hingga kini , dibangun ditengah perbedaan yang saling melengkapi tanpa perlu mempermasalahkan derajat kesalahan perbedaan itu .



Sampai akhirnya bunga Gerbera dalam polybag bermekaran dan harum daun eucalyptus di arboretum menyebarkan wangi mentolnya , saya telah mendapatkan pojok yang bersih disudut porta camp dengan alas shalat kain tenun aborigin yang di siapkan oleh Rex Israel dan istrinya sebagai sajadahnya.


“Lalu mengapa kita mesti berperang, kalau perbedaan yang kita miliki itu tidak mengganggu pertemanan kita ?” itu ucapan Rex ketika terakhir kalinya bertemu saat ia datang ke Jakarta tiga belas tahun lalu ketika saya sudah kembali hidup di tanah air ini .


Mengapa ada Konflik itu , terus terang saya tak mengerti , setahu saya musuh pantang dicari tapi jika musuh datang menyerang tak peduli itu Yahudi atau siapapun kita harus siap menghadapi .


Saya tetap berhubungan dengan Rex dan Jane Israel, satu bagian kecil kaum Yahudi Asli yang pernah saya kenal , tanpa kehilangan akidah Islam saya . Semua berakhir hingga alamat surat dan nomor telephone yang terpasang di Mobil Blind Van mereka di Australia tak dapat dihubungi lagi . Mungkin mereka sudah terlalu tua!

Aryadi Noersaid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar