Isu sebagai piramida pun, Sadahurip kalah duluan dengan Gunung Lalakon yang terletak di Desa Jelegong, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung. Gunung berbentuk mirip piramida ini lebih dulu diteliti oleh sekelompok mahasiswa ITB, menyusul adanya spekulasi baru bahwa piramida Gunung Lalakon adalah bukti dua teori dari Arysio Santos dengan teori Atlantis dan Stephen Oppenheimer dengan teori Sundaland. Ahmad Yanuana Samantho dan Oman Abdurahman membuat hipotesis tersebut dalam buku Peradaban Atlantis Nusantara.
Sekadar tahu saja, piramida adalah bangunan dari batu yang berbentuk limas sebagai tempat menyimpan mumi raja-raja Mesir zaman dulu. Berbeda dengan Suku Maya (Aztec), Amerika Tengah, yang membangun piramida sebagai penghormatan untuk dewa-dewa.
Ketika isu Gunung Lalakon sebagai piramida mereda, giliran Gunung Sadahurip yang jadi buah bibir dengan isu sama. Bahkan, sudah menjadi berita, paling tidak dimuat teve dan di halaman satu sebagian koran, termasuk harian ini.
Dari semula dianggap gunung biasa, kini Sadahurip mulai dianggap penting. Sadahurip makin layak dijadikan berita aktual setelah pemerintah pusat secara resmi akan menurunkan tim khusus untuk melakukan penelitian di gunung tersebut. Riset ini untuk membuktikan benar-tidaknya Sadahurip merupakan piramida peninggalan masa prasejarah, yang bahkan diperkirakan umurnya lebih tua daripada piramida Giza di Mesir. Piramida Giza diperkirakan dibangun tahun 2560 Sebelum Masehi (SM).
“Para ahli geologi dan antropologi itu berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),” kata Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Ir Yanuarius Nunuhitu, saat ditemui Tribun seusai pertemuan dengan Bupati Garut Aceng HM Fikri, di kawasan Tarogong, Garut, Kamis 1 Desember 2012.
Bukan hanya mirip piramida seperti Gunung Lalakon, Sadahurip juga memiliki patahan berbeda dibanding gunung-gunung umumnya. Bentuknya diduga bukan alamiah, melainkan buatan manusia. “Karena itu kami menduga di dalam gunung tersebut terdapat bangunan berbentuk candi atau bangunan mirip piramida peninggalan arkeologi,” kata Yanuarius.
Hasil riset resmi dari pemerintah itu masih butuh waktu. Sembari menunggu, sebagai jeda, cukup menarik juga membicarakan nama gunung itu sendiri. Namanya gabungan dari kata sada dan hurip. Kata huriptak terlalu asing, khususnya bagi masyarakat Jawa-Sunda. Dalam bahasa Sunda, hurip berarti makmur, dan bahasa Jawa-nya berarti hidup. Sedangkan kata sada ternyata juga ada di berbagai daerah.
Sada, dalam bahasa Jawa, berarti lidi dari pohon enau. Dalam bahasa Batak berati satu, dan bahasa Sunda sada memiliki makna bunyi. Makna sada dari Batak dan Sunda ini, satu bunyi, dipakai sebagai filosofi grup band Sada yang didirikan sekelompok kawula muda Bandung pada 21 Juli 2010.
Bukan hanya kata dari Jawa, Sunda, dan Batak. Sada juga ada dalam bahasa Jepang, yang berarti murni satu. Kalau tak salah, sama juga artinya dengan sada dari Scandinavian, bahasa dari negeri asal suku Viking, Skandinavia. Di Jepang, sada biasa untuk nama perempuan, misalnya Sada Mayumi, seorang model dan penyanyi asal Negeri Sakura tersebut. Selain Jepang, di India pun ada istilah Sada Siwa.
Mengacu nama dua gunung di atas, Lalakon dan Sadahurip, jika digabungkan ibarat menggambarkan nasib rakyat kebanyakan. Yaitu lalakon (cerita) atau laku hurip (hidup) rakyat yang seperti piramida. Terus berada di bawah, sulit menggapai puncak kemakmuran, apalagi kalau yang di atas banyak yang korup. Tapi ingat jika rakyat melakukan “kendali sada” bakal menjadi sebuah kekuatan tersembunyi. Sada (lidi) hanya satu memang mudah patah. Sada kalau sudah digabungkan menjadi satu dalam wujud yang banyak mempunyai kekuatan untuk menyapu, membersihkan sesuatu yang kotor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar